Jumat, 02 April 2010

Sambutan Ketua Dewan Pembina Yayasan

Anak sebagai ciptaan Allah pada dasarnya memiliki lima potensi kecerdasan yaitu, kecerdasan naluri (RQ), kecerdasan syahwat (LQ) , kecerdasan rasio (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan rohani (SQ). Setiap anak dengan keunikannya masing-masing memiliki keunggulan kecerdasan yang berbeda-beda sehingga dipastikan tidak ada anak yang tidak cerdas ditinjau dari potensinya masing-masing.
Kesalahan fatal dalam pendidikan, ketika kecerdasan rasio (IQ) dijadikan sebagai satu-satunya ukuran kecerdasan atau dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan hidup manusia. Padahal, realitanya tidak selalu demikian, terlalu banyak bukti bahwa anak yang IQ-nya tinggi ternyata gagal menghadapi hidup dan tidak sedikit anak yang dianggap ber- IQ pas-pasan ternyata bisa sukses menghadapi hidup.
Hampir semua lembaga pendidikan di Indonesia dirancang untuk mengantar sukses anak-anak yang secara kebetulan menonjol IQ-nya. Keberhasilan proses pendidikan diukur secara kuantitatif dengan angka-angka prestasi akademis dalam mata pelajaran tertentu. Akibatnya, anakanak yang memiliki IQ menengah ke bawah mengalami tekanan, hinaan, ejekan bahkan dicap bodoh dan difonis tidak memiliki masa depan yang cerah.
Sebuah kezholiman dunia pendidikan jika anak-anak yang tidak menonjol IQ-nya dipaksa, ditekan, dipacu dan direkayasa untuk pura-pura menjadi anak yang cerdas dengan ukuran kecerdasan orang lain. Sementara kecerdasan yang sesuai dengan ukurannya sendiri justru dipendam, disembunyikan dan ditumpulkan, akhirnya menjadi generasi yang tidak jelas, mandul, minder, pesimis dan tersisihkan dalam persaingan.
Demi keadilan dalam pendidikan, maka Pesantren Miftahunnajah memberanikan diri ambil bagian siap mendampingi anak-anak yang tidak menonjol IQ-nya namun memiliki bakat dan optimisme hidup untuk menjadi manusia unggul dalam bidangnya masing-masing, yaitu generasi yang
sensitif, kreatif dan produktif. Siap menjadi sosok pelopor bukan pengekor, perintis bukan pewaris, pengais bukan pengemis, penggerak bukan penggertak, luar biasa bukan biasa di luar, yang siap menjadi pemain bukan jadi permainan.

Ust. Didik Purwodarsono
(Ketua Pembina Yayasan Pelita Umat)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda